Materi Pembelajaran


 Perkembangan Indonesia pada abad ke 18 dan 19


Masa penjajahan Belanda di Indonesia dapat dibagi dalam dua periode abad ke 18 dan 19 yaitu periode tahun 1602 sampai 1799, dan periode tahun 1800 sampai 1942.Periode pertama abad ke 18 yaitu antara tahun 1602 sampai 1799, Indonesia di bawah persekutuan dagang Belanda Persekutuan dagang itu dibentuk tahun 1602, dan merupakan hasil penyatuan atau merger beberapa serikat dagang di Belanda.Serikat dagang ini bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Kepada serikat dagang ini, pemerintah Belanda memberikan hak-hak istimewa. Setelah berjalan lebih dari satu setengah abad, ternyata keuntungan yang diperolehsemakin kecil , kasnya semakin menipis, sedang anggaran belanja VOC semakin besar. Keadaan tersebut tidak semakin bertambah baik tetapi justru semakinmerosot. Itulah sebabnya VOC akhir abad ke 18 membubarkan dirinya pada tanggal 31 Desember 1799.
Setelah VOC bubar, Indonesia diserahkan kepada pemerintah Belanda (Republik Bataaf). Pegawai-pegawai VOC menjadi pegawai pemerintah kolonial Belanda tersebut. Hutang VOC juga menjadi tanggungan pemerintah Belanda. Dengan demikian sejak 1 Januari 1800 (awal abad ke 19) Indonesia dijajah langsung oleh negeri Belanda. Sejak saat itu Indonesia disebut Hindia Belanda.Di abad ke 19 banyak terjadi pergantian kekuasaan.Masa pemerintahan Daendels dan Raffles membuat rakyat semakin sengsara.Sehingga banyak terjadi perlawanan rakyat kepada pemerintah kolonial di berbagai daerah.
            Periode akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan suatu babakan penting dalam sejarah Indonesia, karena pada periode tersebut mulai muncul manusia-manusia dengan kesadaran baru yang menginginkan suatu kehidupan yang pantas bagi bangsanya

Masa runtuhnya VOC akhir abad ke 18.
Sejak dahulu, bangsa-bangsa di dunia tertarik untuk mengusai Indonesia, terutama bangsa-angsa Barat. Hal itu disebabkan oleh letak Indonesia yang sangat strategis dan kekayaan alamnya berlimpah-limpah. Dikatakan strategis karena Indonesia berada di persimpangan dua samudera dan dua benua. Selain itu Indonesia juga terletak di jalur perdagangan dunia. Di samping tanahnya sangat subur, Indonesia juga mempunyai kandungan alam yang banyak, seperti minyak. emas, dan tembaga.
Di antara bangsa-bangsa Barat yang datang di Indonesia, Belanda lah yang paling bernafsu menguasai Indonesia. Untuk melaksanakan tekadnya itu Belanda mendirikan VOC. VOC adalah kongsi dagang Belanda yang mencari keuntungan yang sebesar-besarnya di Indonesia. Oleh karena itu, mereka tidak menghiraukan kemajuan Indonesia.Setelah satu abad malang melintang di Indonesia, pada tahun 1799 VOC dibubarkan. Adapun sebab-sebab jatuhnya VOC antara lain karena korupsi yangmerajalela di kalangan para pegawainya.Selain itu, banyak pegawainya yang tidak cakap. Hal ini menyebabkan pengendalian monopoli perdagangan tidak berjalansebagaimana mestinya. Sebab lain adalah VOC banyak menanggung hutang. Hutang tersebut akibat peperangan yang dilakukan baik dengan rakyat Indonesia maupun dengan Inggris dalam memperebutkan kekuasaan di bidang perdagangan. Selain itu terjadi kemerosotan moral di kalangan para pegawai akibat sistem keungan yang dinilai kurang transparan.
Keserakahan VOC membuat penguasa lokal tidak bersungguh-sungguh membantu VOC dalam perdagangan. Akibatnya, rempah-rempah yang diperoleh VOC tidak seperti yang diharapkan. Penyebab terakhir adalah tidak jalannya Verplichte leverantien (penyerahan paksa) dan Preangerstelsel (aturan Priangan) karena korupsi dan biaya pengeluaran yang terlalu besar. Kedua aturan itu dimaksudkan untuk mengisi kas VOC yang kosong. Verplichte leverentien mewajibkan penduduk menyerahkan hasil bumi berupa lada, kayu, kapas, beras, nila, dan gula kepada VOC dengan tarif yang ditentukan VOC. Preangerstelsel mewajibkan rakyat menanam kopi lalu menyerahkannya kepada VOC dengan tarif yang ditentukan VOC.
Peperangan-peperangan Napoleon di Eropa mengakibatkan perubahan pemerintahan di Nederland. Pada saat itu ternyata VOC sudah tidak dapat lagi melunasi hutangnya dan sedang porak-poranda pula. Hutangnya berjumlah 134 juta gulden. Akibatnya pada tanggal 31 Desember 1799 VOC pun dibubarkan. Kekuasaan terhadap semua tanah jajahannya diambilalih oleh Kerajaan Belanda.
Setelah VOC bubar, Indonesia diserahkan kepada pemerintah Belanda ( Republik Bataaf).Pegawai-pegawai VOC menjadi pegawai pemerintah kolonial Belanda tersebut. Hutang VOC juga menjadi tanggungan pemerintah Belanda. Dengan demikian sejak 1 Januari 1800 Indonesia dijajah langsung oleh negeri Belanda. Sejak saat itu Indonesia disebut Hindia Belanda.Sejak itu di Indonesia berlangsung masa kolonialisme.1

Pembentukan Negara Jajahan pada Abad ke 19 (1800-1899)
Setelah Indonesia menjadi Hindia Belanda, maka pemerintah Belanda mengangkat seorang Gubernur Jenderal di Hindia Belanda, yaitu van Overstraten. Ia berhasil menangkis serangan Inggris yang dipimpin Admiral Ball. Hal ini berkat bantuan raja-raja Jawa.
Namun ancaman Inggris semakin meningkat. Kalau kepentingan-kepentingan Belanda pada masa VOC terbatas pada kepentingan perdagangan, maka dalam periode ini Belanda mulai mengutamakan kepentingan politik. Belanda merebut supremasi perdagangan dari orang-orang Portugis, teristimewa
perdagangan monopoli rempah-rempah.
Kepentingan agama dan ekonomi membawa orang-orang Portugis ke dunia Timur, tetapi tidak lama kemudian kepentingan perdagangan menjadi lebih utama daripada kepentingan agama, dan dengan kedatangan orang-orang Belanda perdagangan itu menjadi tujuan yang utama.Keinginan akan monopoli mendorong VOC melakukan penaklukan-penaklukan untuk merebut perdagangan rempah-rempah. Tujuan utama mengkonsentrasi perdagangan rempah-rempah itu lambat laun bergeser menjadi mengembangkan perkebunan- perkebunan besar yang hasilnya sangat laku di pasaran Eropa, seperti kopi, teh, gula, lada dan lain-lain.

A. Masa Politik Kolonial Liberal (1800-1811)
Politik kolonial liberal digelar sejak 1 Januari 1800, dijalankan oleh gubernur Jenderal van Straten dan Gubernur Jenderal Daendels. Pada tahun 1800, Negeri Belanda berada di bawah penjajahan Perancis. Perancis di bawah Napoleon berhasil merebut Belanda, sehingga secara tidak langsung Indonesia dijajah Perancis.Kerajaan Belanda dilebur menjadi Republik Bataaf yang dikuasai oleh partai.Patriot yang dipimpin Daendels. Oleh Napoleon, Daendels diangkat menjadi panglima perang.Kemudian Negeri Belanda diubah menjadi kerajaan lagi. Rajanya adalah Louis Napoleon, adik Napoleon Bonaparte, yang bercita-cita menguasai seluruh Eropa dengan pimpinan keluarganya sendiri2
----------------------------------------------------------
2Napoleon Bonaparte lahir di Ajaccio, Corsica, pada tanggal 15 Agustus 1769, dan meninggal dunia di P. Sint Helena pada tanggal 5 Mei 1821.


Perang Perancis-Inggris membahayakan Indonesia, karena Inggris berusaha merebut daerah-daerah VOC. Louis Napoleon mengirim Daendels sebagai Gubernur Jenderal ke Indonesia. Tugas utama Daendels di Indonesia adalah mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Tugas lainnya adalah memperbaiki nasib rakyat selaras dengan cita-cita Revolusi Perancis.3
Dalam menjalankan tugasnya itu, Daendels memberantas sistem feodal yang sangat diperkuat oleh VOC. Untuk mencegah penyalah-gunaan kekuasaan, serta hak-hak bupati mulai dibatasi, terutama yang menyangkut penggunaan tanah dan pemakaian tenaga rakyat. Baik wajib tanam maupun wajib kerja hendak dihapuskannya. Hal ini tidak hanya akan mengurangi pemerasan oleh para penguasa tetapi juga lebih selaras dengan prinsip kekebasan berdagang.
Kondisi pada waktu itu menjadi hambatan pokok bagi pelaksanaan ide-ide
bagus tersebut. Hal ini disebabkan karena pada saat itu keadaan masih berlaku zaman VOC ialah bahwa para bupati dan penguasa daerah lainnya masih memegang peranan dalam perda-gangan. Sebagai perantara mereka memperoleh keuntungan, antara lain berupa prosenan kultur. Hadiah tersebut berupa presentasi dari harga tafsiran penyerahan wajib dan kontingen yang dipungut dari rakyat. Sistem itu membawa akibat bahwa pasaran bebas tidak berkembang dan tidak muncul suatu golongan pedagang, suatu unsur sosial yang lazim berperan penting dalam proses liberalisasi masyarakat feodal atau tertutup.

------------------------------------------------------------------
3Daendels dilahirkan di Hattem, Negeri Belanda, tanggal 21 Oktober 1762. Gubernur di Hindia Timur (Hindia Belanda) 1808-1811. Ia diangkat oleh raja Belanda Louis Napoleon (adik Napoleon Bonaparte). Semula menjadi pengacara di kota kelahirannya. Tahun 1794 sebagai brigader jenderal menggabungkan diri pada tentara Perancis yang masuk ke Negeri Belanda. Ia memerintah Indonesia dengan tangan besi, dan terkenal dengan nama sindiran Marsekal Besi, Tuan Besar Guntur, atau Mas Galak. Akibatnya ia ditarik dari Indonesia (1811) dan meninggal di St. George d’Elmina tahun 1818.

Faktor penghambat kedua adalah bahwa dalam struktur feodal itu kedudukan bupati sangat kuat, sehingga setiap tindakan perubahan tidak dapat berjalan tanpa kerjasama mereka. Kepemimpinannya berakar kuat dalam masyarakat sehingga tidak mudah menggeser kedudukannya, apalagi mengurangi kekuasaan dan wewenangnya.Adapun faktor ketiga terdapat dalam tugas pemerintahan Daendels sendiri yaitu untuk mempertahankan Pulau Jawa terhadap serangan Inggris.Untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, Daendels memperkuat angkatan darat, angkatan laut dan melakukan perbaikan keuangan pemerintah.
Dalam rangka memperkuat angkatan darat, Daendels meningkatkan jumlah tentaranya. Ia mengangkat orang-orang Indonesia terutama orang Minahasa dan Madura. Demikian juga para budak dibebaskan untuk dijadikan prajurit. Dalam waktu singkat Daendels memiliki 20 ribu prajurit Untuk kelengkapan prajurit tersebut, didirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya. Demikian pula, agar pemindahan tentara di pantai utara Jawa bisa dilakukan dengan cepat, Daendels membuat jalan raya dari Anyer sampai Penarukan sepanjang 1000 km dengan kerja rodi (paksa). Jalan raya itu disebut Jalan Raya Pos (Grote Postweg).
Untuk keperluan pembangunan raksasa itu dibutuhkan tenaga rakyat, maka dari itu wajib kerja (verplicte diensten) dipertahankan. Di samping itu wajib penyerahan juga masih berlaku yaitu pajak hasil bumi (kontingenten). Ia juga mengadakan pinjaman paksa dan monopoli beras, serta menjual sebagian tanah gubernemen (pemerintah) kepada kaum pengusaha (partikelir atau swasta). Dengan demikian pada masa pemerintahan Daendels sebenarnya sistem tradisional masih berjalan terus. Sejalan dengan prinsip-prinsip kebijaksanaannya Daendels membatasi kekuasaan para raja, antara lain hak mengangkat penguasa daerah diatur kembali, termasuk larangan untuk menjual-belikan jabatan itu. Karena mengadakan pemberontakan atau menentang kebijaksanaan Daendels maka kesultanan Banten dihapuskan.Dengan dibangunnya Jalan Raya Pos, ternyata bukan hanya kepentingan militer saja yang terlayani, tetapi jalan tersebut juga sangat penting untuk pengembangan
sosial, ekonomi dan politik. Ini berarti bahwa jalan tersebut tidak hanya berperan dalam bidang transportasi, tetapi juga dalam bidang administrasi pemerintahan dan mobilitas sosial. Daendels dikenal memiliki sifat gila hormat, gila kuasa dan keras kemauannya.Karena sifat-sifatnya itu ia dijuluki Tuan Besar Bledeg (Tuan Besar Guntur), sehingga mengundang kebencian rakyat dan para pegawainya. Louis Napoleon yang merasa bertanggung jawab atas baik-buruknya pemerintahan di Indonesia, merasa tersinggung kehormatannya atas sikap Daendels itu. Karena itu pada tahun 1811 ia dipanggil ke Eropa dan diganti oleh Jansens. Setelah dicopot dari jabatannya, ia menjadi opsir tentara Perancis dan ikut menyerang Rusia pada tahun 1812. Ketika Napoleon jatuh pada tahun 1814, Daendels kembali ke Negeri Belanda dan diangkat menjadi Gubernur di Guinea Afrika (Afrika Barat) sampai meninggal pada tahun 1818.

B.Masa Pemerintahan Liberal 1811-1816

Tidak lama setelah Daendels diganti Jansens, tentara Inggris di bawah pimpinan Lord Minto menyerang Jawa. Inggris mendapat simpati raja-raja di Jawa, sehingga akhirnya dengan mudah dapat merebut Batavia. Pada tahun 1811 itu pula Jansens menyerah tanpa syarat kepada Inggris di Tuntang, sehingga terjadi rekapitulasi.Tuntang yang berisi (1) seluruh kekuatan militer Belanda di Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris, (2) hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris, dan (3) Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Jawa menjadi milik Inggris.
 Ini berarti bahwa Belanda menyerahkan semua daerah jajahannya di Asia Tenggara kepada Inggris. Dalam perkembangannya semua bekas jajahan Belanda di Asia Tenggara itu oleh Inggris dibagi empat, yaitu Sumatera Barat, Malaka, Maluku, dan Jawa serta daerah sekitarnya. Seluruhnya dikuasai oleh Gubernur Jenderal EIC (East Indian Company), Lord Minto yang berkedudukan di Calcutta (India). Pulau Jawa diserahkan kepada Thomas Stamford Raffles selaku wakil Lord Minto di Pulau Jawa dengan pangkat Letnan Gubernur.
Untuk melancarkan pemerintahannya, Raffles membagi Pulau Jawa menjadi 16 keresidenan (pada masa Daendels hanya dibagi menjadi 8 prefektur). Tiap-tiap keresidenan dibentuk badan pengadilan (landraad).4
Karena ancaman musuh tidak ada, maka tugas utama Raffles adalah memperbaiki nasib rakyat. Dalam rangka memperbaiki nasib rakyat, pajak hasil bumi (kontingen) dan leveransi paksa dihapus diganti pajak tanah (landrente). Dengan pengertian bahwa semua tanah milik Gubernur sehingga rakyat wajib membayar rente atau sewa. Pajak tanah ditetapkan sebesar 2/5 hasil panen, boleh dibayar dengan hasil bumi atau uang.
Di samping itu, Raffles juga menjual tanah Gubernemen kepada orang-orang swasta.Raffles juga melarang perdagangan budak dan pandelingschap (membayar hutang dengan tenaga). Raflles juga mengadakan monopoli garam. Di samping menganbil kebijakan dalam bidang politik dan ekonomi, Raffles juga memperhatikan bidang kebudayaan. Raffles menulis buku History of Java pada tahun 1817. Dengan giat Raffles membantu lembaga Betawi untuk kesenian dan pengetahuan. Ia juga memberi bantuan kepada ahli-ahli pengetahuan seperti Horsfield, Crewford, dan Mackensie, untuk meneliti sejarah Indonesia kuno.
---------------------------------------------------------------------
4Sir Thomas Stanford Raffles, lahir di Yamaica, 6 Juli 1781. Pejabat kolonial Inggris yang mendirikan Singapura (1819). Karyawan East India Company (EIC) sejak usia 14 tahun. Menjabat pembantu sekretaris EIC untuk Penang (Malaya) pada tahun 1805. Karena dinilai cakap oleh atasannya, maka ia diberi tugas ikut memimpin invasi Inggris ke Hindia Belanda, dan menjabat letnan gubernur Jawa dan daerah seberang (1811-1816). Karena dianggap berpihak pada kaum pribumi, maka ia dipanggil ke London (1816). Kembali ke Hindia Belanda (1818), dan bertugas di pos kecil di Bangkahulu (Bengkulu). Atas anjurannya, Inggris membeli Singapura dari Sultan Johor (1819) dan membangunnya menjadi Bandar yang strtageis, baik ekonomi maupun militer. Ia meninggal di Barnet,Inggris pada tanggal 5 Juli 1826.


Setelah kedudukannya kuat, Raffles lalu mengambil berbagai tindakan terhadap
raja-raja di Indonesia, misalnya:
1. Sultan Banten dan sultan Cirebon dijadikan sultan-sultan yang digaji.
2. Sultan Hamengku Buwono II dari Yogyakarta diasingkan ke Pulau Penang dan puteranya dipaksa menggantinya sebagai Hamengku Buwono III.
3. Beberapa daerah kesultanan Yogyakarta pada tahun 1813 diserahkan kepada Pangeran Notokusumo, yang bergelar Paku Alam I di Pakualaman.
4. Paku Buwono IV harus menyerahkan Banyumas dan Madiun kepada Inggris. Ide dasar politik kolonial Raffles sebenarnya bertolak dari ideologi liberal dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memberikan kebebasannya. Akibat pelaksanaan politik liberal itu, maka struktur tradisional dan feodal dirombak dan diganti dengan sistem baru yang didasarkan pada prinsip legalrasional.
Untuk melaksanakan politiknya, Raffles dihambat oleh unsur feodal yang sangat kuat kedudukannya dan sistem ekonomi yang masih bersifat tertutup sehingga pembayaran pajak belum dapat dilakukan sepenuhnya dengan uang, tetapi in natura (hasil bumi). Dengan demikian, politik kolonial berdasarkan liberalisme tidak cocok dan tidak realistis.
            Setelah Napoleon jatuh tahun 1814, Inggris dan Belanda mengadakan Tarktat London I (1814). Traktat tersebut menyatakan bahwa semua daerah jajahan Belanda yang direbut Inggris, dikembalikan kepada Belanda, kecuali Kaapkoloni dan Sri Lanka.Keputusan itu mengecewakan Raffles. Ia tidak mau menyerahkan Indonesia kepada Belanda. Karena dipaksa, maka Raffles mengundurkan diri dan diganti John Fendall.Pada tahun 1816 John Fendall menyerahkan Indonesia kembali kepada Belanda.

C.Masa Komisi Jenderal (1816-1819).
Setelah Traktat London I ditandatangani (1814), maka pemerintah Belanda membentuk suatu komisi yang akan menerima kembali semua jajahannya di Asia
Tenggara dari pemerintah Inggris di Indonesia. Walaupun Raffles selalu menghalang halangi pengembalian daerah jajahan Belanda itu, namun usaha tersebut hanya bisa menunda waktu penyerahan, karena akhirnya dikembalikan juga. Raffles yang tidak setuju pengembalian daerah jajahan tersebut, terutama Pulau Jawa, maka setelah menyerahkan jabatannya kepada Jansens, ia lalu pergi ke Bangkahulu dan menjadi Gubernur di daerah itu. Tetapi tindakan Raffles itu ditentang Muntinghe (penguasa Belanda di Palembang). Akhirnya Raffles pergi ke Selat Malaka. Sewaktu melewati bukit Barisan ia menemukan bunga Rafllesia, yaitu bunga yang terbesar di dunia. Dari situ akhirnya Raffles berhasil mendirikan kota Singapura untuk menyaingi dan menutup pelabuhan Belanda di Batavia.
Sementara itu komisi yang dibentuk Belanda untuk menerima kembaliIndonesia dari Inggris dinamakan Komisi Jenderal. Adapun anggota komisi tersebut adalah Cornelius Theodore Elout, A. A. Buyskes dan Baron van der Capellen. Dalam tahun 1816 komisi ini datang ke Indonesia. Dalam tahun itu juga Letnan Gubernur Inggris, John Fendall menyerahkan Indonesia kepada Belanda.
Di samping bertugas menerima Indonesia dari tangan Inggris, komisi tersebut juga mempunyai kewajiban-kewajiban yang lain yaitu:
a. Menyusun pemerintahan baru.
b.Mengusahakan ketenteraman dan perbaikan nasib penduduk Indonesia, misalnya
penduduk harus dilindungi dari perlakuan sewenang-wenang, perdagangan dan pertanian (penanaman) harus bebas, kecuali tanaman kopi, rempah-rempah dan candu.
c. Menyusun angkatan darat dan laut.
d. Menyusun peraturan-peraturan sebagai pedoman pemerintahan Belanda di Indonesia.

Berdasarkan hak dan kewajiban Komisi Jenderal, akhirnya berhasil disusun
suatu pedoman pemerintahan yang benar-benar bersifat liberal5, yaitu:
a.Pajak tanah yang dibuat oleh Raffles dilanjutkan, hanya lebih disempurnakan agar peraturan-peraturan yang bersifat sewenang-wenang tidak terjadi lagi.
b. Pajak tersebut dapat dibayar dengan uang kontan atau dengan barang-barang. Peraturan ini bertujuan untuk menghindarkan rakyat dari para peminjam uang, serta agar lebih memudahkan bagi mereka yang memiliki uang.
c. Pajak kepala tidak dipungut secara perorangan tetapi dibayar oleh desa. Cara ini menyimpang dari tujuan, namun merupakan pendekatan yang lebih realistis. Namun sistem ini bisa mengurangi banyaknya petugas, serta mengatasi kesulitan tanah-tanah yang belum diukur secara renci.
d. Besarnya pajak harus disetujui oleh kerajaan dan desa yang bersangkutan.
e. Rakyat tidak boleh disuruh kerja paksa. Orang-orang yang datang bekerja dengan sendirinya harus dibayar sesuai dengan bidang garapnya.

-----------------------------------------------------------------------------
5Istilah liberal dalam arti luas adalah usaha perjuangan menuju kebebasan. Di satu pihak dibedakan antara liberalisme politik dan rohaniah, di lain pihak liberalisme ekonomi. Liberalisme politik dan rohaniah berdasar pada keyakinan bahwa semua sumber kemajuan terletak dalam perkembangan kepribadian manusia yang bebas, di mana masyarakat dapat menarik keuntungan sepenuhnya dari daya cipta manusia. Langkah pertama menuju emansipasi perseorangan dilakukan oleh gerakan Reformasi (1517). Dalam abad ke-18 dan 19 timbul perlawanan terhadap absolutisme dan perjuangan menuju kebebasan jiwa dan bernegara. Sedangkan istilah liberalisme sendiri baru digunakan pada abad ke-19. Bentuk negara yang diidamkan adalah demokrasi parlementer dengan persamaan hak bagi seluruh rakyat di depan hukum dan penghormatan terhadap apa yang disebut hak-ahak asasi manusia. Melalui sistem liberal itu diharapkan segala perbedaan asal-usul dapat dilebur. Dengan demikian aturan liberal di Indonesia diharapkan sebagai aturan yang tidak membedakan antara penjajah dan rakyat terjajah.

f. Penanaman wajib bagi tanaman-tanaman tertentu diteruskan guna mendapatkan devisa negara, misalnya kopi di Priangan. Pengawasan tanaman model pelayaran Hongi di Maluku, dihapuskan.
g. Perlu ada penambahan pegawai, pegawai yang buruk dipecat. Pegawai pribumi
diperlakukan dengan hormat, dan digaji dengan uang (bukan tanah atau memeras
rakyat).
h. Sistem pemerintahan tidak langsung dihidupkan kembali, pengadilan dibentuk,
dengan sistem dua lapis. Perkara yang menyangkut orang Eropa dan pribumi hendaklah diadili dalam pengadilan yang berbeda, dan dipimpin oleh hakim bukan juri.
i. Pembaruan Raffles yang menghormati hak asasi manusia dan penghapusan perbudakan diteruskan dan diabadikan.
Rencana undang-undang yang dibuat oleh Komisi Jenderal tersebut akhirnya disahkan pada tahun 1819. Melihat roh undang-undang baru itu jelaslah bahwa pemerintah Belanda akan menguntungkan rakyat Indonesia akan diberlakukan, terutama di Jawa. Jika undang-undang itu dilaksanakan secara jujur, maka rakyat Indonesia akan terbebaskan dari pemerintahan yang kejam yang telah dirasakan selama ini.
Dalam pada itu Belanda juga akan mendapat faedah yang besar. Nampaknya undang-undang yang bersifat liberal ini benar-benar akan dilaksanakan sungguh-sungguh sebab salah seorang anggota Komisi Jenderal, yakni Gourdet A. Baron van der Capellen tinggal di Indonesia sebagai Gubernur Jenderal yang baru, sekaligus yang akan melaksanakan undang-undang yang liberal itu.

D.Masa van der Capellen (1819-1825)
Pada tahun 1819 tugas Komisi Jenderal dinilai sudah selesai, sehingga Elout dan Buyskes kembali ke Nederland sedangkan van der Capellen tinggal di Indonesia sebagai Gubernur Jenderal. Karena van der Capellen ikut menyusun undang-undang yang akan diterapkan di Indonesia setelah wilayah itu kembali kepada Belanda.
 Karena itu pengangkatannya sebagai gubernur jenderal karena dia dianggap yang paling megetahui bagaimanaundang-undang itu dilaksanakan. Tetapi apa yang dijalankan oleh van der Capellen ternyata tidak seperti yang direncanakan.Adapun alasan van der Capellen melakukan penyimpangan tersebut adalah karena undang-undang itu ternyata tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi di Indonesia saat itu. Menurut van der Capellen, tugas yang paling penting adalah mengumpulkan uang untuk menjalankan pemerintahan yang baru itu.
Jika peraturan yang liberal dalam regerings-reglement tahun 1819 itu diterapkan sepenuhnya, maka tidak akan memperoleh dana. Dengan alasan tersebut, van der Capellen ingin mencari jalan pintas. Oleh karena itu,beberapa peraturan ditangguhkan, sedangkan aturan-aturan yang menguntungkan pemerintah dilakukan. Karena tindakannya itu, Clive Day menyebut van der Capellen adalah Gubernur Jenderal yang reaksioner.
Pendapat tersebut juga sejalan kritik-kritik yang dilakukan berbagai pihak kepada van der Capellen. Menurut Clive Day, van der Capellen selama tujuh tahun pemerintahannya, mengabaikan undang-undang yang berlaku. Ia dengan perlahan-lahan kembali kepada sistem lama.Dengan demikian peraturan pemerintah kolonial menjadi undang-undang yang beku. Meskipun demikian, Cornelius Elout yang ikut membuat undang-undang itu ikut mempertahankan van der Capellen tetapi betapa perlunya ia bersikap reaksioner dalam kondisi Indonesia saat itu. Walau bagaimana pun, zaman pemerintahan van der Capellen itu mengakibatkan membengkaknya anggaran belanja, sehingga ia dikecam keras oleh Raja dan orang-orang Belanda. Sementara di Indonesia terus berlangsung
peperangan. Semua ini semakin meyakinkan banyak orang bahwa praktek
pemerintahan liberal itu telah gagal.
Di antara pembaruan-pembaruan yang dicoba oleh van der Capellen adalah pembaruan sistem perdagangan yang akhirnya mengundang kemarahan orang-orang Eropa (terutama orang Belanda) terhadapnya. Dalam tahun 1821 van der Capellen mengeluarkan undang-undang yang melarang segala bentuk perdagangan Eropa di daerah kopi (Priangan), kecuali dengan izin khusus. Ia melakukan hal tersebut dengan harapan untuk melindungi orang-orang Indonesia agar tidak ditipu oleh para pedagang Eropa serta untuk memperbesar hasil bagi pemerintah Belanda. Tindakan lain yang juga mengundang kemarahan orang Eropa adalah peraturan yang dikeluarkan tahun 1823. Dalam pembaruan itu dia melarang orang-orang Eropa menyewa tanah rakyat. Peraturan ini juga untuk melindungi orang pribumi. Orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang merasa paling dirugikan adalah yang menyewa tanah di Surakarta dan Yogyakarta. Mereka sudah membayar uang muka yang besar, sehingga sewaktu peraturan itu turun, maka mereka menuntut pengembalian uang muka yang sudah habis dibelanjakan oleh orang-orang pribumi.
Akibatnya orang-orang pribumi itu, terutama para pegawai dan peladang merasa kecewa terhadap pemerintah Belanda. Anggaran belanja negara semasa pemerintahan van der Capellen senantiasa menunjukkan defisit, sehingga Negeri Belanda harus menutupnya. Dalam keadaan kesulitan keuangan yang dialami Negeri Belanda sendiri pada waktu itu, maka suatu koloni yang tak dapat mencukupi keperluan sendiri adalah sesuatu yang tak ada gunanya. Karenanya keadaan itu tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga pada tahun 1825 Pemerintah Belanda memanggil Gubernur Jenderal van der Capellen kembali ke negeri Belanda.

E.Kebijakan Pemerintahn Kolonial Hindia-Belanda (1911-1900)
Setelah perjanjian London ditandatangani,pemerintah kolonial Hindia-Belanda menghadapi persoalan kebijakan politik seperti apakah yang tepat diterapkan di Indonesia.Kebijakan polotik apapun yang di pilih harus dapat memberikan keuntungan besar bagi Belanda.
Pada masa pemerintahan Komisariat Jenderal,John Fendall,Baron Van der Capllen,dan Bukes kebijakan politik yang di jalankan di Indonesia (Hindia-Belanda) cenderung pada kebijakan Liberal.Namun kebijakan ini tidak bertahan lama berjalan hanya sampai pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Capellen.Kebijakan Liberal ini mulai bergeser ke arah kebijakan Konservatif dan lama kelamaan di tinggalkan.Adapun penyebabnya adalah sebagai berikut:

1)      Kebijakan politik liberal banyak mengalami hambatan karena tidak sesuai dengan sistem Feodal yang berlaku dim Indonesia,terutama di Pulau Jawa.
2)      Pemerintah sulit berhubungan langsung dan bebas dengan rakyat akibat ikatan tradisional yang terlalu terbelit-belit.Untuk berhubungan dengaan rakyat,pemerintah harus melalului perantaran para pengusa setempat.Mereka ini cenderung menutupi fakta yang sebenarnya terjadi.
3)      Hasil perdangan dari sektor ekspor belum memuaskan karena kalah bersaing dengan Inggris.
4)      Pemerintah mengalami defisit keuangan semakin besar akibat Perang Diponogoro yang memakan dengan Inggris.
5)      Kesulitan ekonomi itu bertambah besar dengan terjadinya pemisahan Belgia pada tahun 1830.Akibatnya,Belanda kehilangan industrinya sehingga tidak mampu menyaingi Inggris dalam ekspor hasil industri ke Indonesia.
Kebijakan Liberal membawa pemerintah Belanda kepada Kebangkrutan.Akhirnya pada tahun 1830,Pemerintah Belanda mengangkat Gubernur Jenderal Van den Bosch untuk menyelamatkan ekonomi Belanda.
Gubernur Jenderal Johanes Van den Bosh mengeluarkan gagasan yang terkenal dengan nama Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa.Gagasan ini bertujuan memperoleh keuntungan sebanyak mungkin dari Indonesia dalam waktu yang singkat.Selain pemerintah Belanda berharap dapat mengumpulkan sejumlah tanaman yang akan didistribusikan ke pasaran eropa atau Amerika.Jenis tanaman yang diusahakan harus mengikuti ketentuan pemerintah kolonial.
            Untuk melaksanakan sistem tanam paksa ini,Pemerintah Belanda mengeluarkan aturan-aturan yang di muat dalam lembaran negara (Staat Bald) nomor 22 tahun 1934.

Aturan tersebut berbunyi sebagai berikut :
  • rakyat harus menanami 1/5 dari tanah yang dimilikinya dengan tanaman ekspor seperti kopi, tebu, teh dan tembakau,
  • hasil tanaman harus dijual kepada pemerintah dengan harga yang ditetapkan pemerintah,
  • tanah yang ditanami tanaman ekspor tersebut bebas dari pajak tanah,
  • kaum petani tidak boleh disuruh bekerja lebih keras daripada bekerja untuk penanaman padinya,
  • rakyat yang tidak memiliki tanah dikenalkan kerja rodi selama 65 hari setiap tahun di tanah milik pemerintah,
  • kerusakan tanaman menjadi tanggungan pemerintah, apabila itu bukan karena kesalahan rakyat.
 Pelaksanaan Tanam Paksa
Melalui sistem itu, Belanda memperoleh hasil yang besar dengan modal yang kecil. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada kepala-kepala daerah yang mendapat Cultuur Procenten atau hadiah menurut banyaknya hasil. Oleh karena itu, rakyat diperas oleh kepala-kepala daerah bangsa sendiri dengan harapan akan mendapatkan Cultuur Procenten dari Belanda.
Sepintas peraturan tanam paksa ini tidak begitu berat dirasakan oleh rakyat kalau dibandingkan dengan peraturan kerja rodi pada zaman Daendels, dan peraturan pajak pada zaman Raffles. Bahkan hal ini dirasakan oleh para petani merupakan suatu keuntungan karena akan mendapat keringanan dan akan menerima uang tunai meskipun dengan harga murah. Akan tetapi dalam prakteknya semua peraturan tersebut dilanggar. Pertama, bukan 1/5 dari tanah petani yang ditanami, tetapi 1/4, 1.3, bahkan setengah dari tanah milik petani digunakan untuk tanaman ekspor. Bahkan penanaman tersebut memilih tanah-tanah yang dubur. Kedua, tanah yang dipakai untuk keperluan penanaman tanaman ekspor tersebut tetap dikenakan pajak. Ketiga, para petani harus menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengerjakan tanaman pemerintah, sehingga tidak ada waktu untuk menggarap sawahnya sendiri. Keempat, para kepala daerah merasa tergiur dengan cultuur procenten, akibatnya mereka mulai berlomba-lomba mengusahakan daerahnya agar memberikan hasil sebanyak mungkin. Ulah mereka itu mengakibatkan rakyat semakin menderita. Kelima, kegagalan panen akibat hama atau banjir pada kenyataannya menjadi beban petani. Keenam, bukan 65 hari lamanya rakyat harus bekerja rodi, melainkan menurut keperluan pemerintah.
Dampak Sistem Tanam Paksa
Rakyat sangat menderita, kelaparan terjadi dimana-mana akibatnya jumlah kematian meningkat. Orang yang menentang kerja paksa disiksa. Demikianlah penderiataan rakyat pulau Jawa akibat tanam paksa yang diciptakan oleh Van den Bosch. Belanda memperoleh keuntungan besar, sedangkan keuangannya menjadi normal kembali. Pembangunan di negeri Belanda dibiayai dari hasil tanam paksa.
Tanam paksa terutama dilakukan di pulau Jawa sebab daerahnya subur untuk ditanami tanaman ekspor yang dikehendaki pemerintah, di samping itu penduduknya padat.
Tanam paksa dengan cara sewenang-wenang itu berjalan hampir setengah abad dari tahun 1830 sampai 1870. Dapat kita bayangkan betapa besar kesengsaraan yang diderita rakyat, tertama di Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Meskipun tanam paksa sudah menyimpang dari teori yang diciptakan Van den Bosch, pemerintah Belanda tidak mau peduli sebab tanam paksa telah memberikan keuntungan yang sangat besar.
Reaksi Terhadap Sistem Tanam Paksa
Pelaksanaan tanam paksa itu ternyata banyak mengandung reaksi dari kalangan bangsa Belanda sendiri, antara lain:
  • Baron van Hoevel, secara terang-terangan mengutuk peraturan tanam paksa. Sebagai bekas pendeta, ia berani menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia setelah ia kembali ke Netherland.
  • Douwes Dekker, bekas Asisten Residen di Lebak, Banten. Sejak berada di Indonesia, Douwes Dekker menaruh simpati atas penderitaan rakyat Indonesia. Ia dituduh sebagai penentang pemerintah Belanda karena terbukti berusaha melindungi rakyat Lebak. Dengan jiwa besar, ia menerima pengusiran dari negera kelahirannya sendiri. Dan akhirnya, ia meningga dunia dalam kemiskinan di Nieder Ingelheim, Jerman pada tanggal 19 Februari 1887.
Undang-Undang Agraria 1870
Secara garis besarnya, Undang-Undang Gula 1870 menghapus tanam paksa bagi tebu, dengan pengurangan yang berangsur-angsur sebesar 1/13 bagian tiap tahunnya. Sedangkan Undang-Undang Agraria bertujuan melindungi hak milik petani atas tanah agar tidak dikuasai bangsa asing. Namun pengusaha swasta dapat menyewanya langsung dari petani.
Setelah mengeluarkan Undang-Undang Agraria, usaha-usaha yang bermodalkan swasta mulai berkembang di Indonesia. Meskipun telah diatur dalam Undang-Undang Agraria dalam perjanjian sewa menyewa masih terdapat ketentuan-ketentuan lain yang harus ditaati, seperti untuk tanah milik negra yang tidak menjadi hak milik pribumi (tanah Domein) dapat disewa oleh kaum pengusawa swasta selama 75 tahun. Demikian juga tanah milik penduduk pribumi dapat disewa untuk jangka waktu 3 sampai 30 tahun dengan tarif yang rendah.
Berbagai bidang usaha segera berkembang pesat. Perkebunan-pekebunan diperluas. Perhubuangan laut dikuasai oleh KPM (Koninklijke Paketvaart Maathappij), yaitu suatu perusahaan pengangkutan Belanda. Setelah Terusan Suez dibuka, peluang utuk merai keuntungan bagi Belanda terbuka lebar, karena Indonesia kini terbuka bagi siapa saja, tidak hanya bagi Belanda tetapi bangsa-bangsa lain pun diperkenankan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda pada Abad 19.
Masa pemerintahan kolonial Belanda membuat rakyat semakin sengsara.Sehingga banyak terjadi perlawanan rakyat kepada pemerintah kolonial di berbagai daerah.
A.    Perang Maluku (Patimura)
Perang Pattimura terjadi di Maluku pada tahun 1817.
1.  Sebab Umum
-      Penindasan dan penghisapan oleh bangsa Belanda terhadap penduduk Maluku.
-      Ketidakpuasan rakyat terhadap peraturan gubernur Maluku seperti kewajiban menyediakan perahu dan menebang kayu.
-      Aturan monopoli dagang yang keras. Misalnya dengan adanya pelayaran hongi dan ekstirpasi.
-      Pengawasan terhadap keamanan yang terlalu ketat.
2.  Sebab Khusus
Penolakan Residen Van Den Berg terhadap tuntutan rakyat untuk membayar harga perahu yang dipesan dengan harga sebenarnya.
3.  Strategi yang digunakan dalam perang
Rakyat Maluku berperang dengan cara perang gerilya dan mengumpulkan perahu-perahu untuk menyerang Benteng Durstede di Saparua. Sedangkan pihak kolonial menggunakan pasukan besar-besaran untuk menguasai kembali benteng yang telah direbut.
4.  Tokoh-tokoh yang berperan.
A.        Dari Pihak Rakyat Maluku.
Thomas Matulesi (Patimura), Ulupaha, Paulus Tiahahu, Cristina Martha Tiahahu, Anthony Reebok, Philipe Latumahina, dan Said Parinta.
B.         Dari pihak kolonial.
Residen Van den berg, Mayor Beetjes, dan Letkol Groot.

5.  Medan perang.
Medan perangnya adalah di kepulauan Maluku yang terpusat di sekitar      Benteng Durstede Saparua.
6.  Akhir perang.
Belanda melancarkan politik adu domba atau devide et intera kepada raja-raja dan pendeta di Maluku sehingga para pemimpin perang dapat ditangkap dan dihukum gantung di Benteng Niew Victoria Ambon sehingga berakhirlah perjuangan rakyat Maluku.
7.  Akibat perang.
-          Bidang Politik.
Semakin kokohnya penguasaan Belanda atas wilayah Maluku.
-          Bidang Ekonomi.
Monopoli Belanda terhadap rempah-rempah dan pembuatan perahu semakin merajalela.
B.     Perang Padri (1821-1837)
Perang Padri pada awalnya adalah perang antara kaum ulama yang ingin memurnikan kembali ajaran Islam di Sumatra Barat terhadap Kaum adat yang menentangnya.
  1. Sebab-sebab Umum.
-          Adanya pertentangan paham antara golongan Wahabi yang ingin memurnikan ajaran agama islam dengan para golongan Tasawuf yang terdiri dari kaum bangsawan dan pemangku adat.
-          Ada kebiasaan buruk yang disahkan oleh kaum adat seperti minum minuman keras, menyabung ayam, berjudi, merokok, dll.
-          Adanya pertentangan antara hukum adat dengan hukum di agama Islam. Yaitu diantaranya pada hukum adat menganut sistem kekerabatan Matrilineal sedangkan di Islam Patrilineal.
-          Terjadi perebutan pengaruh antara kaum adat dengan ulama.
-          Adanya campur tangan bangsa barat dalam perebutan kekuasaan tersebut yaitu Inggris dan Belanda.

  1. Sebab khusus
Pertemuan antara kaum adat dengan ulama untuk menyelesaikan semua persoalan selama ini di Kototangah. Karena usaha itu tidak berhasil, kaum adat di serang oleh kaum ulama kemudian kaum adat meminta bantuan kepada Belanda di Padang pada tahun 1821.
  1. Strategi Perang.
Pada tahun 1821-1825 perang terjadi antara kaum ulama dengan kaum adat yang dibantu oleh Belanda. Kaum ulama menyerang benteng-benteng Belanda sehingga Belanda mengajak berdamai pada tahun 1825 karena untuk memusatkan perhatian pada perang di Jawa. Kemudian pada tahun 1830-1837 berkecamuk lagi perang di Minangkabau yang kini kaum ulama bersatu dengan kaum adat untuk melawan Belanda. Perang dilakukan dengan perang gerilya dan bertahan di benteng pertahanan.
  1. Tokoh-tokoh.
  1. Dari rakyat Minangkabau.
Tuanku lintau, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Gapuk, Tuanku Hitam, Tuanku Nan Cerdik, dan Tuanku Tambusay.
  1. Dari pihak kolonial.
Kolonel Stuers,
  1. Medan pertempuran.
Medan pertempuran hampir di semua wilayah Sumatra Barat, misalnya di Padang, Bukit Tinggi, Pariaman, dll.
  1. Akhir perang.
Setelah menghadapi tekanan-tekanan berat dari pihak belanda, akhirnya Tuanku Imam Bonjol bersedia untuk melakukan perundingan dengan Belanda. Perundingan gagal karena pihak Belanda telah melakukan persiapan untuk menyerang dan mengepung benteng tempat Imam Bonjol bertahan. Karena perang yang berlarut-larut dan ketimpangan kekuatan, akhirnya Tuanku Imambonjol menyerah beserta sisa pasukannya pada tanggal 25 Oktober 1837 kemudian beliau dibuang ke Menado dan wafat di sana.

  1. Akibat perang.
  1. Bidang politik.
Semakin jelas dan kokohnya kekuasaan Belanda atas daerah Sumatra Barat.
  1. Bidang Ekonomi.
Monopoli  semakin kuat terutama monopoli garam dan lada di Sumatra Barat.
C.    Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang Diponegoro terjadi di daerah jawa tengah dan timur yang dipimpin oleh seorang anak selir Sultan Hamengkubuwono III yaitu Pangeran Diponegoro.
  1. Sebab umum.
Terjadi banyak kemerosotan dalam bidang kehidupan di sekitar kesultanan Mataram.
-          Daerah pesisir di utara Jawa diambil alih oleh Belanda.
-          Makin menyempitnya wilayah kerajaan dan kekuasaannya pula.
-          Adanya perpecahan di kalangan keluarga Mataram sehingga melemahkan kerajaan dan memperkuat Belanda.
-          Merosotnya martabat kerajaan sebagai akibat campur tangan Belanda dalam urusan pemerintahan.
-          Adanya kebiasaan minum minuman keras di kalangan bangsawan dan rakyat sehingga menimbulkan kekhawatiran umat.
-          Rakyat semakin berat bebannya setelah Kerajaan mengizinkan sewa tanah kepada perusahaan-perusahaan asing.
-          Ketikpuasan para bangsawan pada keputusan gubernur jenderal karena tidak boleh menyewakan tanah mereka kepada pengusaha swasta.
  1. Sebab Khusus.
Kemarahan Pangeran Diponegoro ketika Belanda memasang patok jalan kereta api yang akan melewati tanah makam leluhurnya di Tegal Rejo yang tanpa seizin Pangeran Diponegoro.

  1. Strategi Perang.
Dari pihak Pangeran Diponegoro, beliau menggunakan tehnik perang gerilya yang tiba-tiba menyerang pasukan Belanda kemudian menghilang. Markas serangan gerilya itu terdapat di Go’a Selarong.
Sedangkan strategi Belanda adalah:
-          Mengangkap kembali sultan Sepuh (HB II) menjadi sultan Mataram.
-          Membentuk pasukan kontra gerilya yang anggotanya adalah orang Indonesia sendiri yang telah berkianat dengan bayaran.
-          Menjalankan Devide Et Intera kepada anak buah Pangeran Diponegoro dan dengan mengimingi hadiah bagi yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro hidup atau mati.
-          Menjalankan siasat benteng stelsel. Yaitu dengan cara mendirikan benteng-benteng di setiap daerah yang telah dikuasai dan jalan-jalan yang menghubungkan antar benteng tersebut sehingga wilayah gerilya Pangeran Diponegoro semakin sempit.
  1. Tokoh-tokoh.
  1. Dari rakyat Indonesia.
Pangeran Diponegoro, Pangeran Suryo Atmojo, Adipati Kertodirjo, Pangeran Serang, Karto Pengalasan, Pangeran Suryo Mataram, Aryo Prangwadono, Pangeran Notoprojo, Sentot Alibasah Prawirodirjo, Pangeran Joyokusumo, Arya papak, dan Kiyai Mojo.
  1. Dari pihak kolonial.
Gubernur jenderal Van der Capelen dan Jenderal De Kock. 
  1. Medan pertempuran.
Yaitu di daerah Jawa tengah dan timur yang diantaranya Pacitan, Purwodadi, Banyumas, Pekalongan, Semarang, Rembang, dan Madiun.
  1. Akhir perang.
Karena telah banyaknya pengikut P. Diponegoro yang menyerah dan menyusutnya kekuataan, akhirnya P. Diponegoro bersedia untuk berunding dengan Belanda di Rumah Residen Kedua pada tanggal 28 Maret 1830. Pada tawaran itu, Belanda berjanji jika perundingan gagal maka P. Diponegoro dapat kembali ke medan perang. Tetapi Belanda mengingkarinya dan P. Diponegoro Ditangkap yang kemudian di buang ke Menado dan kemudian Makasar. Beliau wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Benteng Rooterdam Makasar.
  1. Akibat perang.
a.       Bidang politik.
-          Kekuasaan dan wilayah kasultanan Yogyakarta dan kasultanan Solo menjadi berkurang.
-          Dihapuskannya peraturan yang merugikan rakyat. Misalnya dihapuskannya gerbang cukai di Yogyakarta dan Solo.
b. Bidang Ekonomi.
Belanda memperoleh daerah Yogyakarta dan Solo yang kemudian dijadikan daerah tanam paksa.
c. Bidang sosial.
Adanya kerugian besar baik jiwa maupun harta yang kira-kira ada 8000 orang Belanda yang meninggal dan 7000 orang Jawa yang meninggal. Biaya yang dihabiskan tidak kurang dari 20.000.00,00 Gulden.
D.    Perang Bali (1846-1909)
Perang Bali adalah perang antara kerajaan-kerajaan yang ada di pulau Bali dengan bangsa kolonial Belanda. Perang ini terjadi karena kerajaan-kerajaan tersebut tidak ingin dikuasai oleh bangsa asing.
  1. Sebab umum.
-          Belanda hendak memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan hak-hak kekuasan kerajaan-kerajaan di Bali atas daerahnya.
-          Raja-raja Bali dipaksa mengakui kedaulatan pemerintah Hindia Belanda dan mengizinkan pengibaran bendera Belanda di wilayah kerajaannya.
-          Adat agama sute yang dianggap Belanda tidak berprikemanusiaan akan dihapus oleh Belanda.


  1. Sebab khusus.
Belanda menolak hak Raja Buleleng yaitu hak Tawan karang yang menyatakan kapal asing yang terdampar di pantai kerajaan tersebut akan dirampas kapal beserta isinya.
  1. Strategi Perang.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda mengirimkan ekspedisi pasukannya ke Bali untuk membuat raja-raja Bali takluk. Ekspedisi pertama tidak berhasil kemudian Belanda mengirimkan pasukannya yang lebih besar lagi. Karena kalahnya jumlah dan teknologi senjata, rakyat Bali hanya tinggal bertahan di Benteng-benteng pertahanan sambil sedikit-sedikit menyerang dan juga dengan menjalankan perang Puputan. Yaitu perang suci sampai tetes darah penghabisan.
  1. Tokoh-tokoh.
a.       Dari rakyat Bali.
I Gusti ktut Jelantik dan Raja Buleleng. 
b.      Dari kolonial Belanda.
Jenderal Micheles.
  1. Medan Perang.
Medan perang hampir seluruh pulau Bali yang meliputi Klungkung, Buleleng, karang Asem, gianyar, dll.
  1. Akhir perang.
Jatuhnya Buleleng ke tangan Belanda, mempengaruhi raja-raja lain untuk bersikap lunak terhadap Belanda. Akibatnya sebagian besar kerajaan di Bali dapat ditaklukan Belanda pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1906 Belanda menyerang Bali selatan yang di sana mendapatkan perlawanan yang sengit yang diikuti dengan perang Puputan. Baru pada tahun 1909 seluruh Bali dapat di kuasai oleh Belanda.
  1. Akibat-akibat perang.
  1. Bidang politik.


-Dikuasainya seluruh pulau Bali oleh Belanda.
-Berkurangnya kekuasaan raja pada kerajaannya bahkan raja dapat dikatakan menjadi bawahan Belanda.
  1. Bidang ekonomi.
-      Dikuasainya monopoli perdagangan di Bali karena Bali merupakan daerah yang sangat strategis yang banyak dikunjungi bangsa asing.
  1. Bidang sosial.
-      Banyaknya tatanan sosial yang dirobah oleh Belanda termasuk dihapuskannya adat Sute pada upacara ngaben.
E.     Perang Banjar (1859-1863).
Perang Banjar terjadi di kerajaan Banjar daerah Kalimantan Selatan sekarang.
  1. Sebab umum.
-      Rakyat tidak senang dengan merajalelanya Belanda yang mengusahakan perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Selatan.
-      Belanda terlalu banyak campur tangan dalam urusan intern kerajaan.
-      Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan Selatan karena daerah ini ditemukan tambang Batubara.
  1. Sebab Khusus.
Karena Pangeran Hidayatullah yang seharusnya menjadi Sultan Banjar tidak disetujui oleh Belanda yang kemudian mengangkap Tamjidilah sebagai Sultan yang tidak berhak menjadi Sultan. Kemudian setelah Belanda mencopot Tamjidilah dari kursi Sultan, Belanda membubarkan Kerajaan Banjar.
  1. Strategi Perang.
Pangeran hidayatullah dan Pangeran Antasari menggunakan strategi perang gerilya dengan membuat kerajaan baru di pedalaman dan membangun benteng-benteng pertahanan di hutan-hutan.
  1. Tokoh-tokoh.
a.   Dari rakyat Banjar.
Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari, Aling, Tumenggung Antaludin, Tumenggung Suropati, Demang Leman, dan Muhammad Seman.
b.  Dari pihak kolonial Belanda.
  1. Medan Perang.
Daerah pertempuran berada di daerah Kalimantan Seltan hampir seluruhnya. Termasuk di daerah sungai barito.
  1. Akhir perang.
Setelah Pangeran Hidayatullah tertangkap dan Pangeran antasari wafat, perjuangan tetap berlanjut yang di pimpin oleh Gusti Mat Seman, Gusti Acil, Gusti Arsat, dan Antung Durahman. Oleh pemimpin-pemimpin tersebut, rakyat masih bergerilya dengan se-sekali melakukan serangan kepada Belanda sampai awal abad ke-20.
  1. Akibat perang.
  1. Bidang politik.
-      Daerah Kalimantan selatan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Belanda.
-      Dibubarkannya kerajaan Banjar.
  1. Bidang ekonomi.
-      Dikuasainya tambang batubara dan perkebunan di daerah Kalimantan Selatan.
F.     Perang Aceh (1873-1904).
Perang Aceh merupakan perang terlama yang bersifat kedaerahan di Indonesia.
  1. Sebab umum.
-      Adanya perbedaan atas kedudukan atau status daerah-daerah Sumatra Timur.
-      Aceh menjadi penting dalam pelayaran internasional karena pembukaan terusan suez.
-      Semakin berkembangnya imperalisme moderen di mana bangsa-bangsa imperialis makin giat mendapatkan tanah jajahan untuk dijadikan sebagai sumber bahan industri dan daerah pemasaran.
-      Adanya politik Ekspansi Belanda ke luar Jawa dalam usahanya memwujudkan Pax Netherlandica. Sebab dalam Treaty of sumatra Inggris berjanji tidak menghalangi Belanda.
  1. Sebab khusus.
Aceh yang mau mempertahankan kedaulatannya menolak tuntutan Belanda untuk tidak berhubungan dengan negara asing dan mengakui Belanda sebagai yang dipertuan.
  1. Strategi perang.
Dalam perang yang bersifat nasional, rakyat Aceh menggunakan strategi:
-      Mau berkompromi dengan Belanda agar kedudukannya dalam pemerintahan dan masyarakat tidak hilang.
-      Juga siasat untuk mendapatkan persenjataan dari Belanda untuk gerilya berjalan lancar (menandatangani perjanjian pendek).
Untuk perjuangan yang sifatnya keagamaan strategi perangnya adalah:
-      Tidak mau berkompromi dan tidak mau menyerah dengan Belanda.
-      Melakukan perang Jihad yang didasarkan ajaran agama.
Kolonial Belanda melakukan strategi sebagai berikut:
-      Penyerangan besar-besaran terhadap suatu objek yang diserang.
-      Sistem konsentrasi stelsel.
-      Melakukan sistem pendekatan yaitu dengan mengirim ahli agama Islam yaitu Dr. Snock Hurgronje yang menganjurkan untuk melakukan sistem devide et intera antara kaum bangsawan dengan ulama.
  1. Tokoh-tokoh.
a.   Dari rakyat Aceh.
Sultan Daud Syah, Tengku Umar, Panglima Polim, Tengku Cik di tiro, Tengku Baet, Cut nyak dien, Tengku cik ditero,
b.  Dari pihak pemerintah kolonial Belanda.
Jenderal Cohler, Letjen Van Suiten, Kolonen Pell, Mayjen Van der heiden, dan Van der hoven.
  1. Medan Peperangan.
Medan peperangan yaitu terjadi di seluruh Aceh yang termasuk daerah hutannya untuk bergerilya. Daerah Aceh yang berhutan dan berpegunungan, memudahkan untuk melaksanakan perang gerilya.
  1. Akhir perang.
Karena banyak meninggalnya para pemimpin yang tangguh menyebabkan kedudukan Belanda semakin kuat di Aceh. Juga karena Belanda mematuhi saran dari Dr. Hurgronje, sehingga rakyat aceh ada yang membelot ke Belanda sehingga memudahkan Belanda untuk memecahbelah rakyat Aceh.
  1. Akibat perang.
a.   Bidang politik.
-      Dikuasainya secara penuh wilayah Aceh.
-      Sultan Aceh dipaksa oleh Belanda untuk menandatangani Plakat pendek yang bunyinya mengakui Belanda sebagai yang dipertuan di Aceh.
b.  Bidang ekonomi.
Monopoli perdagangan di Aceh yang memiliki letak yang sangat strategis yaitu di selat Malaka
G.    Perang Tapanuli (1878-1907).
Perang ini dipimpin oleh Si singamangaraja ke-XII.
  1. Sebab umum.
-          Adanya tantangan raja Batak Tapanuli yang masih menganut agama Batak kuno (Animisme dinamisme) atas penyebaran agama Kristen di Tapanuli.
-          Adanya siasat Belanda dengan menggunakan gerakan Zending untuk menguasai daerah Tapanuli.
-          Alasan yang digunakan Belanda untuk menindas pejuang Padri dan pemimpin-pemimpin Aceh banyak melarikan diri ke daerah Tapanuli.

  1. Sebab Khusus.
Penolakan Raja Si Singamangaraja ke-XII atas penyebaran agama Kristen di daerah Tapanuli.
  1. Strategi perang.
Belanda melakukan serangan ke benteng pertahanan Si Singamangaraja, setelah terdesak Si singamangaraja menyingkir ke hutan untuk melakukan perjuangan gerilya.
  1. Tokoh-tokoh.
a.       Dari rakyat Tapanuli.
Raja Si singamangaraja ke-XII.
b.      Dari pemerintah kolonial belanda.
Van Dai Lent dan Kapten Cristopher.
  1. Medan Perang.
Medan pertempuran berada di seluruh Sumatra Utara sekitar Medan dan Danau Toba.
  1. Akhir perang.
Pada tanggal 17 Juni 1907 Si singamangaraja ke-XII tewas dalam pertempuran sehingga berakhirlah perang Tapanuli. Karena seperti perang kedaerahan lainnya, jika pemimpinnya meninggal atau tertangkap, maka perang yang bersangkutan juga akan berakhir.
  1. Akibat perang.
a.   Bidang Politik.
Seluruh daerah Tapanuli dapat dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
b.  Bidang ekonomi.
Dikuasainya monopoli perdagangan di sana terutama hasil perkebunannya seperti tembakau.
  1. Bidang sosial.
Tersebarnya agama kristen di Tapanuli secara meluas yang menyebabkan berubahnya keyakinan masyarakat sebelumnya.

Kondisi Masyarakat Indonesia menjelang abad ke 20 (1900-1942)
            Periode akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan suatu babakan penting dalam sejarah Indonesia, karena pada periode tersebut mulai muncul manusia-manusia dengan kesadaran baru yang menginginkan suatu kehidupan yang pantas bagi bangsanya.
Dari beberapa kebijakan yang di terapkan oleh pemerintahan kolonial Belanda,baik tanam paksa maupun Liberal,pada kenyataannya saat merugikan rakyat Hindia-Belanda.Meningkatnya produktivitas perkebunan dan pertanian itu pesat.Namun,hal itu hanya menguntungkan satu pihak saja dengan mengorbankan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang makin lama makin terpuruk keaadaannya.
            Menjelang abad ke 20,kondisi tersebut menggugah kaum politisi Belanda untuk memberikan tekanan agar politik kolonial yang diberlakukan oleh pemerintah Belanda tidak semata-mata untuk kepentingan ekonomi saja,tetapi juga didasarkan oleh perbaikan nasib penduduk pribumi,serta mendidik mereka agar lebih sejahtera.Berkaitan dengan hal tersebut,pada tahun 1899 muncul ide mengenai politik etis yang diprakarsai oleh Van Deventer.Ia mempunyai pengaruh besar terhadap politik etis tersebut berkaitan dengan Karangannya “Hutang Kehormatan”. 6
Gagasan politik Etis ini dilatarbelakangi oleh adanya artikel karya C. Th. van Deventer, seorang ahli hukum yang pernah tinggal di Hindiaselama tahun 1800-1897, yang berjudul “Een Eereschuld” (Suatu hutangkehormatan) di dalam de Gids, majalah berkala Belanda. Namun tujuan awal politik etis ialah membalas budi terhadap penduduk Hindia-Belanda,tetapi pada pelaksanaannya ternyata menyimpan maksud tertentu dari pemerintah kolonial.
 -------------------------------------------------------------------
6Politik etis adalah politik balas budi yang diterapkan pemerintah Belanda terhadap Indonesia dan menitikberatkan kebijakan tersebut pada bidang perbaikan irigasi,edukasi,dan imigrasi.Lihat Sartono Kartodirjo,Marwati Djoened Poesponegoro,dan Nugroho Notosusanto,Sejarah Nasional Indonesia Jilid V,hal 35-38.
Dengan kata lain,politik etis hanyalah upaya pemerintah kolonila untuk mendapatkan simpati rakyat dengan tujuan memperkuat kedudukannya di Hindia Belanda.Pemerintah Belanda yang bertindak sebagai penguasa Hindia Belanda terus mempertahankan politik pintu terbukanya untuk menghadapi persaingan besar dalam mencari daerah jajahan dengan negara-negara besar lainnya.
            Pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan warga negara yang mengabdi kepada kepentingan penjajah.Dengan kata lain,pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan tenaga-tenaga yang dapat digunakan sebagai alat untuk memperkuat kedudukan Belanda di Indonesia.Isi dari pendidikan tersebut hanya mengajarkan pengetahuan yang dapat membantu Belanda mempertahankan kedudukan di Indonesia.












No comments:

Post a Comment